Surat Untuk Langit


Surat Untuk Langit
            Langit, apa kabar? Melihatmu aku merasa begitu kecil… ada apa di dalammu? Kata orang dengan kacamata dan teoretika kau berisi bintang-bintang, planet-planet, galaksi, meteorit, asteroid .. ha… betapa luasnya kau dan betapa kecilnya aku berdiam di sudut sempit bumi ini yang merupakan setitik kecil dari luasmu wahai langit… kau sudah sebesar dan seluas ini.. bagaimana penciptamu wahai langit? Betapa Mahabesar dan Mahaluasnya yang menciptakanmu. Aku ini selalu bertanya-tanya.. tentang siapa yang menciptakanmu dengan penuh keagungan itu? Orang tuaku bilang Dialah Allah yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya. Aku baca di al-Quran tentang Allah. Begitu agungnya hingga membacanya aku meneteskan air mata. Allah Allah… Maha besar Engkau.
            Langit, aku pun beranjak dewasa dan menerima berbagai pandangan, asumsi, gagasan, teori yang beraneka ragam. Aku sempat bingung mana yang benar dan mana yang salah. Aku bingung dengan berbagai persepsi. Skemaku sempat kacau dan sulit mencapai ekuilibrium. Termasuk dalam melihat semestamu langit. Bagaimana kau terbentuk dari ledakan besar yang kemudian berpencar menjadi alam semesta. Sebagian dari orang-orang itu dengan bukti yang entah mereka dapat darimana mengatakan kau terbentuk dengan sendirinya. Sebagian lain berpendapat dengan landasan wahyu al-Quran bahwa kau dibentuk oleh suatu kekuatan Maha Dahsyat. Allah Swt. Mana yang benar?
            Langit, aku ingin kebenaran yang objektif yang benar-benar sesuai apa adanya.. tapi akhir-akhir ini aku dapatkan kebenaran subjektif yang kembali lagi kepada kepercayaan masing-masing orang. Lalu bagaimana patokan kebenaran itu sendiri? Apakah kembali kepada kepercayaan masing-masing? Langit.. aku ini selalu bertanya-tanya, dan saking banyaknya pertanyaanku mungkin tak sempat aku tuliskan semua disini..  Sejujurnya saat ini hatiku sedang gelisah mencari suatu kebenaran. meski aku yakin kebenaran yang aku percayai termasuk tentang adanya penciptamu langit adalah kebenaran yang seutuhnya. Ah… entah mengapa aku tak enak mengatakan kata meski karena sepertinya dimana ada meski selalu ada tapi, dan itu adalah kata dari usaha untuk mengingkari.
            Langit, hatiku gelisah dan tak habis pikir mengapa orang-orang yang cerdas-cerdas itu dengan segala yang mereka temukan malah mengingkari keberadaan penciptamu langit? Padahal mereka memiliki otak yang sama yang dapat digunakan untuk merenungkan semua penciptaan! Ah… aku berkaca-kaca. Lalu apa yang membedakan otak mereka dengan otakku dan otak orang-orang yang meyakini keberadaan penciptamu? Sebuah teori mengatakan bahwa otak berbeda dengan akal. Dimana otak hanya berfungsi secara kognitif, berbeda dengan akal yang mampu mencapai puncak spiritual.
            Langit, aku sempat ragu dan berpikir bolak-balik hingga lelah, sepertinya otakku keram karena memikirkan sesuatu yang tak bisa ku jangkau. Lalu aku serahkan pada hatiku yang sedang gelisah. Ada kedamaian disana ketika aku mengingat penciptamu wahai langit. Meskipun kepalaku ini terus mengoceh mempertanyakan banyak hal dan membandingkan banyak hal, aku tetap percaya pada apa yang kau katakan ketika aku melihatmu. Kau disana mengatakan “Aku luas, tapi aku tak lebih luas dari penciptaku”. Terimakasih langit. semoga suatu saat aku dapat melihatmu dari dekat dan mendengar setiap kebenaran yang kau katakan. Sampaikan salam untuk penciptamu dan penciptaku. Aku sangat merindukanNya..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNDAK USUK BASA SUNDA

Psikologi Transpersonal, Agama dan Being Transpersonal

A story (Cinta Sejati Air dan Api)