“Usiaku 40 tahun, Daisy….”
Bagi remaja lain seusia putriku. Aku lebih cocok menjadi seorang kakek daripada ayah. Putriku tidak begitu, untuk seorang remaja, pemikirannya sudah berkembang diatas usia seharusnya. Ia istimewa dan mirip ibunya, Istriku yang meninggal 3 tahun yang lalu. Putriku nampak tegar sebagai seorang gadis yang tumbuh tanpa belaian Ibu. Meski seringkali aku melihat ia duduk di luar memandang tanaman-tanaman yang dipelihara Ibunya dulu. Kadang ia disana sambil membaca majalah majalah atau koran koran atau sekedar menulis buku hariannya. Sebagai Ayah, aku merasa kalah dengan putriku. Sepeninggal Ibunya, ia menjadi lebih mandiri. Tapi aku, seringkali menangis merindukan istriku, Daisy. Hingga saat ini pun. Ah air mataku menetes lagi. Aku ingat saat pertama kali mengenal Daisy sewaktu ia masih mahasiswiku dulu. Aku mengajar di kelasnya mata kuliah Sosiologi. Mahasiswa yang lain melihatku seperti melihat diktator yang kejam. Mereka sampai menjulukiku do