Keajaiban Pemaafan (Forgiveness) - Telaah Forgiveness dalam Perspektif Islam dan Psikologi



Keajaiban Pemaafan (Forgiveness)
Telaah Forgiveness dalam Perspektif Islam dan Psikologi






Disusun Oleh:
Sayidah Iklima













Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
 Bandung
2015 M / 1436 H



Kata Pengantar

            Segala Puji Bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang atas karunia cintaNya setiap makhluk dapat saling berbagi dan bermanfaat satu sama lainnya. Rabb yang Kaya akan sifat Rahman Rahim sehingga yang tak luput dari memberikan anugerah dan rahmat berlimpah serta senantiasa memberikan ampunan kepada hamba yang bersimpuh di hadapanNya.
            Shalawat beserta salam senantiasa tercurah ke haribaan baginda alam nabi besar Muhammad Saw yang dengan suri tauladan mulia serta keluasan hati memaafkan setiap musuh dan orang-orang yang menyakitinya. Semoga sifat pemaaf beliau dapat kita teladani sehingga kita terhindar dari sifat iri dan dengki.
            Terima kasih penulis sampaikan pertama kepada para ilmuwan yang telah menulis dan menyusun khazanah pengetahuan mereka dalam buku-buku, artikel, dsb, sehingga dapat dibaca kembali oleh penulis sebagai pustaka untuk menyusun makalah ini.
            Selanjutnya penulis sampaikan terima kasih kepada Ibunda penulis yang dalam keadaan sibuknya memberikan waktu untuk mensupport penulis dalam penyusunan makalah ini. Kemudian penulis sampaikan terima kasih kepada bibi, yang walaupun sedang sakit, tapi memberikan bantuan materiil kepada penulis agar dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
            Terakhir, terima kasih kepada matahari yang selalu memberikan sinarnya yang hangat. Semoga cahayanya tak kan pernah redup dan selalu bersinar di alam semesta.
            Kesempurnaan yang mutlak hanyalah milik Tuhan, dan manusia tak kan pernah luput dari salah dan alfa. Oleh karena itu, dalam penyusunan makalah ini pun tak luput dari kesalahan yang tidak disadari penulis. Maka dari itu, penulis memohon kritik dan saran dari pembaca sekalian sebagai bentuk koreksi dan kritik yang membangun untuk menunjang perbaikan kepenulisan makalah ini atau untuk karya tulis di masa yang akan datang.



Bandung, 21 September 2015


Penulis





Daftar Isi


1
Kata Pengantar………………………………………………………….
i
2
Daftar Isi…………………………………………………………………
ii
3
Bab I Pendahuluan……………………………………………………...
3
3.1
Latar Belakang……………………………………………………………
3
3.2
Tujuan……………………………………………………………………..
6
4
Bab II Pembahasan……………………………………………………...
8
4.1
Pemaafan (Forgiveness) dalam Perspektif Psikologi………………….
8
4.1.1
Aspek – aspek Memaafkan……………………………………………….
9
4.1.2
Penelitian Mengenai Manfaat Memaafkan
(Keajaiban Memaafkan dari Sudut Pandang Ilmiah)……………………..

11
4.2
Pemaafan (Forgiveness) dalam Perspektif Islam……………………...
12
4.2.1
Pengampunan (forgiveness) Allah………………………………………..
13
4.2.2
Pengampunan manusia……………………………………………………
15
4.2.3
Hadits-hadits tentang Pemaafan (Forgiveness)…………………………...
16
4.2.4
Rasulullah Saw Suri Teladan yang Pemaaf……………………………….
17
4.2.5
Teladan Memaafkan dari Sahabat Nabi…………………………………..
18
4.3
Kisah tentang Keajaiban Memaafkan…………………………………
19
4.3.1
Memaafkan berbuah Surga……………………………………………….
19
4.3.2
Memaafkan itu Menyehatkan……………………………………………..
20
5
Bab III Penutup………………………………………………………….
22
5.1
Kesimpulan………………………………………………………………..
22
6
Daftar Pustaka……………………………………………………………
24



Bab I
Pendahuluan

A.      Latar Belakang
Dalam kehidupan, setiap perjalanan tidak akan selamanya mulus. Pasti akan selalu ada batu kerikil atau pun batu besar yang menghambat di tengah perjalanan. Batu-batu tersebut merupakan konflik yang datang pada seseorang. Entah muncul dari kesalahan dirinya sendiri atau pun dari orang lain yang sengaja atau tidak di sengaja telah membuat diri kita terluka. Dalam Islam, konflik yang datang pada diri seseorang adalah tanda bahwa Tuhan sedang memperhatikan orang tersebut dan hendak memberikannya ujian apakah ia sanggup menyelesaikannya ataukah tidak. Bagi seorang yang mampu mengatasi konfliknya, maka pahalalah yang akan ia dapatkan sebagai gantinya. Namun, jika seseorang tidak mampu menyelesaikan konfik atau permasalahannya, maka ia akan terus bergumul dengan perasaan tidak nyaman dan mengganggu. Konflik dengan Tuhan, seringkali mudahh dilakukan, dengan bertaubat dan meminta ampunanNya. Tapi, yang seringkali sulit adalah mengatasi konflik dengan sesame. Konflik yang tidak dapat diatasi secara baik, akan menimbulkan konflik yang lebih besar dan berkepanjangan. Rasa sakit hati dan pikiran – pikiran negatif terhadap orang lain yang kemudian disertai dengan pembalasan adalah hal yang sering menyertai ketika konflik tidak dapat diredam. 
Baron dan Byrne (2004) dalam Latuadi (2009) menyebutkan ada empat pilihan reaksi yang mungkin dilakukan ketika konflik muncul yaitu pertama adalah sikap aktif menyelesaikan konflik. Kedua adalah loyalty atau sikap menunggu dengan harapan konflik dapat terselesaikan dengan sendirinya. Sikap ketiga adalah exit atau melarikan diri dari penyelesaian konflik. Dan sikap keempat adalah neglect atau berharap masalah menjadi lebih buruk. Sementara itu menurut Fincham (2000), pemaafan adalah sikap yang paling ideal dalam menyelesaikan konflik. Pemaafan memberikan suatu cara untuk menghadapi tantangan dalam menghilangkan hambatan-hambatan untuk berhubungan setelah mengalami rasa sakit hati. Tindakan memaafkan akan menyembuhkan luka dan mengurangi kesedihan, membangun sesuatu yang baru, yang lebih konstruktif dan memotong siklus kekerasan. Dengan memaafkan seseorang terhindar dari dampak penghancuran diri karena terlalu lama menanggung beban kesakitan dan dendam.
Agama-agama dan nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan manusia umumnya meletakkan pemaafan atau pemberian maaf (forgiveness) sebagai salah satu pilar ajarannya. Pemaafan atau pemberian maaf sendiri berarti menghapus luka atau bekas-bekas luka dalam hati (Shihab, 2001) dalam Latuadi (2009). Dalam agama Islam misalnya, Allah ‘azza wa jalla memerintahkan manusia untuk memberikan maaf kepada orang lain:
“apabila kamu memaafkan, dan melapangkan dada serta melindungi, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang” (QS At-Taghabun:14).
“Forgiveness research” atau penelitian tentang perilaku memaafkan merupakan bidang yang kini banyak diteliti ilmuwan di sejumlah bidang keilmuan seperti kedokteran, psikologi dan kesehatan. Hal ini karena sikap memaafkan ternyata memiliki pengaruh terhadap kesehatan jiwa, raga, maupun hubungan antar-manusia. Jurnal ilmiah EXPLORE edisi Januari/Februari 2008, Vol. 4, No. 1 memaparkan bahwa perilaku memaafkan mendatangkan manfaat kesehatan bagi orang yang memaafkan. Lebih jauh dari itu, penelitian terbaru mengisyaratkan pula bahwa pengaruh memaafkan ternyata juga berimbas baik pada kehidupan orang yang dimaafkan. Worthington Jr., pakar psikologi di Virginia Commonwealth University, AS, dkk merangkum kaitan antara memaafkan dan kesehatan., di jurnal Explore, Mei 2005, Vol.1, No. 3, Worthington dkk memaparkan dampak sikap memaafkan terhadap kesehatan jiwa raga, dan penggunaan “obat memaafkan” dalam penanganan pasien.
Tidak sedikit dalil naqli baik dari al-Quran dan al-Hadis yang menganjurkan kepada manusia. Dalam Islam, Allah dilukiskan sebagai Maha Pemaaf (Maha Pengampun). Tidak seperti manusia, Allah memberikan maaf kepada siapa saja yang dikehendakinya, sekiranya orang tersebut memohon maaf dan berjanji tidak melakukan lagi perbuatannya. Alquran menggunakan 3 buah kata untuk melukiskan bentuk-bentuk pengampunan (permaafan); taubat, al-‘awf (maaf) dan al-Shaf (lapang dada). 2 kata terakhir memiliki kaitan langsung dengan maaf dimana 2 kata itu menunjukkan tingkatan pemberian maaf. Jika Anda memaafkan orang lain, maka maaf Anda bisa berada dalam 2 tingkat berikut; Anda memaafkan dia, tetapi tidak melupakan perbuatannya. Orang-orang Barat menyebut dengan kalimat ‘forgive, but not forget’ (memaafkan, tetapi tidak melupakan). Ibarat sebuah kertas penuh tulisan, maaf Anda seperti penghapus menutup tulisan itu. Tulisan tidak terhapus, tetapi sudah tidak terbaca lagi. Masih ada sisa-sisa hapusan yang sedikit kotor. Maaf pada level kedua adalah ketika Anda melupakan sama sekali apa yang pernah terjadi pada diri Anda. Anda tidak lagi menghapus tulisan, tetapi membuka lembaran baru yang kosong. Maaf jenis ini disebut al-Shaf. Maaf Anda disebabkan karena Anda memiliki kelapangan dada. Kata ‘berjabat tangan’ dalam bahasa Arab adalah ‘mushafahat’ yang diambil dari kata al-shaf tadi. Meski tidak segera sirna rasa dendam dan sulitnya muncul rasa maaf, tetapi dengan berjabat tangan setiap bertemu akan mencairkan rasa benci dan dendam itu.
Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan panutan akhlak bagi umat muslim adalah pribadi yang mudah memberi maaf dalam sejarah kemanusiaan. Muhammad saw dikenal mudah memaafkan seseorang yang menyakitinya. Diceritakan bahwa, ada nabi Muhammad saw ketika akan beribadah atau berangkat berdakwah selalu ada seseoang yang meludahi. Akan tetapi, beliau bereaksi tenang dan tidak membalasnya. Justru Muhammad saw terheran-heran manakala lewat jalan tersebut si peludah tidak tampak. Saat tahu bahwa si peludah sakit, Muhammad saw bersilaturrahmi pada orang tersebut, sesuatu yang sangat menggetarkan hati si peludah. Dan akhirnya si peludah meminta maaf kepada nabi Muhammad saw dan menyatakan diri masuk agama Islam. Begitulah strategi nabi Muhammad saw dalam melakukan dakwah, tidak dengan cara kekerasan akan tetapi dengan mauidloh hasanah dan memberi maaf.
Berdasarkan penelitian tentang forgiveness (memaafkan),  memaafkan memiliki banyak keuntungan seperti meningkatkan harga diri dan harapan. Sebaliknya memaafkan juga dapat menurunkan tingkat depresi, kecemasan dan kemarahan (Enright and The Human Development Study Group,1991 dalam Raudatussalamah dan Reni Susanti, 2014).
Melalui pemaafan, akan terjadi penurunan rasa tersakiti sehingga individu akan dapat hidup tanpa beban amarah serta mampu berfikir positif dan lebih produktif (Thoresan dkk; Al -Mabuk dkk, dalam Worthington & Scherer, 2003).
Banyak sekali manfaat yang didapat dari memaafkan. Sebegitu kuatnya pengaruh memaafkan sampai Islam pun meletakkan maaf / pemaafan sebagai asas yang penting dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Allah swt pun akan memuliakan orang yang mampu memaafkan, seperti tertuang dalam hadits berikut:
Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Nabi  saw. bersabda: ”Shadaqah hakikatnya tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati karena Allah melainkan diangkat derajatnya oleh Allah”
Oleh karena mulianya memaafkan dan kuatnya pengaruh pemaafan bagi kehidupan seseorang, maka penulis menyusun sebuah karya ilmiah dengan judul Kekuatan Memaafkan, Telaah Forgiveness (Memaafkan) dalam perspektif Islam dan Psikologi.

B.       Tujuan
            Tujuan disusunnya makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas dari organisasi IMAMUPSI juga adalah untuk menelaah mengenai forgiveness dalam pandangan Islam dan Psikologi, juga manfaat forgiveness dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan dengan disusunnya karya tulis ini dapat memberikan wawasan baru kepada pembaca sekalian dan terlebih lagi kita semua dapat mengaplikasikan forgiveness dalam kehidupan sehingga dapat menjadi individu yang bermental sehat dan mendapat kemuliaan di sisi Allah swt. Amin.






















Bab II
Pembahasan

Pemaafan (Forgiveness) dalam Perspektif Psikologi

Pemaafan (forgiveness) adalah penyusunan transgresi yang dialami, dimana individu dihadapkan pada transgressor, transgresi, dan sekuel dari transgresi, sehingga terjadi transformasi terhadap efek negatif menjadi netral atau positif. Sumber transgresi atau objek dari pemaafan bisa diri sendiri, orang lain atau situasi dimana pandangan seseorang berada pada kendali seseorang atau sesuatu (misalnya: penyakit,’takdir’ atau bencana alam). Snyder (2002) dalam Kamaliyah, N. dan Kurniawan, I. N. (2008).
Lopez & Snyder, 2003  menjelaskan bahwa pemaafan merupakan proses intrapersonal yang diarahkan pada diri sendiri, situasi dan orang lain.
McCullough dkk (1997) menjelaskan bahwa pemaafan merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk
konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.
Melalui pemaafan, akan terjadi penurunan rasa tersakiti sehingga individu akan dapat hidup tanpa beban amarah serta mampu berfikir positif dan lebih produktif (Thoresan dkk; Al -Mabuk dkk, dalam Worthington & Scherer, 2003 dalam Raudatussalamah. dan Susanti, R. 2014)
McCullough, Fincham, Tsang J juga menemukan bahwa dalam pemaafan seseorang membuang amarahnya dan membuang hasrat untuk menyerang dan mengembangkan sisi positif serta sikap menerima terhadap kondisi yang kurang menyenangkan (dalam Staub & Anne,tt).
Thomson dalam  Kamaliyah, N. dan Kurniawan, I. N. (2008) membagi pemaafan berdasarkan tiga sumber pemaafan yang menjadi dimensi dalam skala Heartland Forgiveness Scale (HFS)
yaitu:
a.       Forgiveness of Self
yaitu bagaimana seseorang merilis perasaan dalam dirinya untuk menerima sesuatu kesalahan. Tindakan ini merupakan bagaimana seseorang melihat dirinya (self View) misalkan ketika diliputi perasaan bersalah.
b.      Forgiveness of another Person
 yaitu suatu tindakan memaafkan orang lain yang telah melakukan kesalahan terhadap dirinya. Sebagai contoh, seseorang tentu saja memiliki keinginan untuk menghukum, membenci atau mengeluarkan perasaan negatif terhadap orang yang berbuat kesalahan padanya.
c.       Forgiveness of Situation
yaitu memaafkan situasi yang menyebabkan munculnya perasaan negatif dalam dirinya misalkan bencana dan lain lain.

Aspek – aspek Memaafkan
Memaafkan memiliki beberapa aspek yang terkandung didalamnya. Dari pengertian memaafkan yang dikemukakan oleh McCollough (2002) dalam Kamaliyah, N. dan Kurniawan, I. N. (2008), aspek-aspek tersebut antara lain :
a.       Membuang keinginan untuk membalas dendam  terhadap orang yang telah menyakitinya
b.      Membuang keinginan untuk menjaga kerenggangan (jarak) dengan orang yang telah melukai perasaannya
c.       Keinginan untuk berdamai atau melihat well - being orang yang telah melukai hatinya


Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Memaafkan Menurut McCollough (2002) dalam Kamaliyah, N. dan Kurniawan, I. N. (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memaafkan, yaitu:
a.       Empati dan perspektif taking
Empati dan perspektif taking memudahkan seseorang berperilaku prososisal seperti kesediaan untuk menolong orang lain (Batson, dalam McCullough, 2000) dan memaafkan. Empati afektif pada orang yang menyakiti tampaknya menjadi determinan sosial kognitif perilaku memaafkan seseorang. Ketika orang yang menyakiti meminta maaf atas kesalahannya, orang yang disakiti cenderung merasa empati sehingga akhirnya memaafkan meskipun tidak dinyatakan secara verbal.
Kemampuan menggunakan perspektif orang lain (perspektif taking) jugaberperan dalam membangun empati, dimana korban diajak untuk menggunakan perspektif orang yang telah menyakiti dengan mengingatkan korban pada kesalahan - kesalahan yang pernah dilakukannya.

b.      Perenungan dan penekanan
Kebanyakan orang merenung tentang perasaan sakit yang dialami, sehingga mereka merasa sulit untuk memberikan maaf atas kesalahan yang dilakukan orang lain terhadapnya. Perenungan tentang rasa sakit akan mengganggu pikiran dan berusaha untuk menekan perenungan itu terkait pada tingkat yang lebih tinggi yaitu menghindar dan motivasi membalas dendam. Individu yang semakin sedikit melakukan perenungan (rumination) dan penekanan (suppression) cenderung lebih mudah untuk memaafkan (McCullough dalam McCullough 2000)

c.       Tingkat kedekatan, komitmen dan kepuasan
Tingkat kedekatan, komitmen dan kepuasan merupakan faktor penting lain yang mempengaruhi memaafkan. Hampir bisa dipastikan bahwa individu akan mudah memaafkan kesalahan jika pembuat kesalahan mempunyai kedekatan dengan korban, komitmen dan kepuasan. Orang yang disakiti akan lebih mudah memaafkan pelaku yang mempunyai komitmen tinggi karena lebihmerasakan kerugian dengan terputusnya hubungan mereka.

d.      Permintaan maaf
Variabel lain yang turut mempengaruhi pemberian maaf adalah adanya ungkapan penyesalan dan permintaan maaf yang tulus dari orang yang telah menyakiti (Darby & Schlenker, Mc Cullough et al., Metts & Cupach, Ohbuchi, Kameda & Agarie dalam McCullough, 2000).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa factor - faktor yang mempengaruhi memaafkan adalah empati dan perspektif taking; perenungan dan penekanan; tingkat kedekatan, komitmen dan kepuasan; dan permintaan maaf.

Penelitian Mengenai Manfaat Memaafkan
(Keajaiban Memaafkan dari Sudut Pandang Ilmiah)

Kulcsár (2006) menjelaskan pentingnya seseorang untuk memaafkan karena memaafkan memiliki peran yang positif untuk memelihara kesehatan fisik dan mental.
Para psikolog Amerika melakukan riset bahwa jika seseorang tidak mampu memaafkan maka akan terdapat kekacauan - kekacauan yang ada dalam dirinya sehingga berpengaruh terhadap hubungannya dengan orang lain.
Praktisi - praktisi medis setuju bahwa memaafkan baik untuk kesehatan. Ada sejumlah besar riset yang menunjuk manfaat - manfaat memaafkan, seperti studi yang terbaru, Impact dari Forgiveness di Cardiovascular Reactivity dan Recovery, yang diterbitkan di dalam International Journal Psychophysiology in March 2007, pengarang - pengarangnya antara lain Jennifer P.P. Friedberg, Sonia Suchday, dan Danielle V.V. Shelov melaporkan bahwa tingkat yang lebih tinggi jika seseorang memaafkan bersifat prediksi yaitu dari tekanan darah diastolic yang lebih rendah dan akhirnya kesembuhan tekanan darah diastolic yang lebih  cepat. Temuan penelitian tersebut konsisten dengan riset yang sebelumnya, yang menunjukkan bahwa melalui penanda - penanda biologi terdapat ada suatu hubungan yang positif antara memaafkan dan kesembuhan secara fisik (Horrigan,2008).
Luskin (2006) menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti  bagi kesehatan dan kebahagiaan. Kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Sifat pemaaf memicu  terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, percaya diri dan kesabaran.
Spy (2004) menjelaskan memaafkan merupakan satu tindakan yang aktif untuk memperbaiki dan melanjutkan hubungan yang harmonis.
Memaafkan dipercaya menjadi hal yang sangat penting dalam memulihkan suatu hubungan ‘‘keselarasan dan kepercayaan'’ (Exline & Baumeister, dalam Kachadourian, dkk 2004 dalam Kamaliyah, N. dan Kurniawan, I. N. 2008).


Pemaafan (Forgiveness) dalam Perspektif Islam
Allah telah memberikan akal untuk manusia. kecerdasan melibatkan tanggung jawab. Semakin cerdas seseorang, semakin dia akan bertanggung jawab.
Ketika
kecerdasan hilang, tanggung jawab juga tidak ada. Anak-anak kecil tidak bertanggung jawab, karena kecerdasan mereka belum dikembangkan. Orang gila tidak bertanggung jawab, karena mereka telah kehilangan kapasitas intelektual.
Namun, bagian dari diri manusia juga adalah bahwa manusia membuat kesalahan. Kadang-kadang kita membuat kesalahan tanpa maksud dan niat. Namun terkadang kita sadar dan sengaja berbuat dosa dan melakukan kesalahan kepada orang lain.
Dikatakan bahwa: "untuk berbuat salah adalah sifat manusia dan memaafkan adalah sifat ilahi." Kedua bagian dari pernyataan ini sangat benar. Sebagai manusia kita bertanggung jawab, tapi kita pun membuat kesalahan dan selalu membutuhkan pengampunan.
Islam berbicara tentang dua elemen pengampunan (forgiveness): a) pengampunan Allah; b) pengampunan Manusia. Kita membutuhkan keduanya, karena kesalahan yang kita lakukan meliputi hubungan kita dengan Allah serta dalam hubungan kita satu sama lainnya.

Pengampunan (forgiveness) Allah.
Ada banyak nama Allah dalam Quran. Nama-nama Allah disebut "Asmaul Husna" dan semuanya menunjukkan banyak atribut dan sifat-sifat Allah yang berbeda dan beragam. Beberapa nama-nama ini terkait dengan rahmat dan pengampunan-Nya.
1.      Al-Ghafur: Maha Pengampun.
Nama ini muncul dalam Quran lebih dari tujuh puluh kali. Ada nama lain dari akar kata yang sama, seperti Ghafir dan Ghaffar. Arti dari kata Arab "ghafara" adalah menutupi, menyembunyikan dan bermakna "memaafkan," "mengampuni," " mengirimkan" dan "memaafkan." Allah melakukan semua hal ini. Dalam Quran, disebutkan bahwa Allah tidak mengampuni syirik (tanpa pertobatan) tetapi Dia akan mengampuni setiap dosa lainnya untuk siapapun yang Dia kehendaki. (Al-Nisa '4: 116) Kita harus berbalik kepada Allah untuk mencari pengampunan-Nya.
2.      Al-'Afuw
Nama ini memiliki bagian lain dari pengampunan. Al-‘Afuw muncul dalam Quran lima kali. Secara harfiah kata 'Afwu berarti "melepaskan," " menyembuhkan", "mengembalikan, "membebaskan”. Jadi berhubungan dengan Tuhan kata Al-‘Afuw bermakna melepaskan kita dari beban hukuman karena dosa-dosa dan kesalahan kita," "untuk mengembalikan kehormatan kita setelah menghinakan diri dengan melakukan dosa dan membuat kesalahan. Kadang dalam Quran kedua nama: 'Afuw dan Ghafoor datang bersama-sama.
3.      Al-Tawwab: Maha Menerima Taubat
Nama Allah ini disebutkan dalam Al-Quran sekitar 11 kali. Allah menerima taubatnya orang-orang yang tulus bertobat dan kembali kepada dirinya. Kata "tawwab" memberikan arti "kerap kembali" yang berarti bahwa Allah lagi dan lagi menerima pertobatan itu. Kita membuat dosa dan kesalahan kemudian kita bertobat, Dia menerima pertobatan kita. Sekali lagi kita melakukan dosa dan membuat kesalahan dan ketika kita bertobat, Dia lagi sangat ramah menerima kita dan memberi kita kesempatan lain.
4.      Al-Haleem: Penyabar / Pemaaf
Nama ini disebutkan lima belas kali dalam Quran. Ini berarti bahwa Allah tidak cepat untuk menghakimi. Dia memberikan waktu. Dia Maha Luhur dan sabar untuk melihat hamba-Nya kembali kepada-Nya.
5.      Al-Rahman dan Al-Rahim: Maha Pengasih dan Penyayang.
Nama-nama ini paling sering muncul dalam Quran. Al-Rahman disebutkan 57 kali dan al-Rahim disebutkan 115 kali. Al-Rahman menunjukkan bahwa rahmat Allah amat melimpah dan al-Rahim menunjukkan bahwa ini adalah selalu terjadi dengan Allah. Ia penuh dengan kasih, kemurahan dan Maha Penyayang.
Quran mengajarkan bahwa Allah adalah Hakim dan Dia juga menghukum, tapi Tuhan tidak terikat untuk menghukum. Keadilan Allah, menurut Quran adalah bahwa Allah tidak dan tidak akan menjatuhkan hukuman yang tidak semestinya pada setiap orang. Dia tidak akan mengabaikan kebaikan setiap orang. Tetapi jika Dia ingin mengampuni orang berdosa pun, Dia memiliki kebebasan penuh untuk melakukan itu. Rahmat dan kasih-Nya tidak terbatas.

Ada banyak ayat dalam Quran dan ucapan Nabi Muhammad (saw) pada cinta, kasih dan pengampunan Tuhan. Dalam salah satu doa yang diajarkan Nabi, berkata: "Ya Allah, Engkau adalah Yang Maha Pengampun, Engkau gemar memaafkan, maka maafkan aku." (At-Trimidhi & Ibnu Majah). Kita membutuhkan kemurahan Allah dan pengampunan sepanjang waktu. Adalah suatu kesalahan menganggap kapan pun akan menemukan keselamatan kekal tanpa pengampunan Allah.

Pengampunan manusia.

Sama seperti pentingnya percaya pada belas kasih dan pengampunan Allah, perlu juga untuk mendasarkan hubungan manusia pada pengampunan (pemaafan). Kita tidak bisa mengharapkan pengampunan Allah kecuali kami juga mengampuni orang-orang yang salah pada kita. Memaafkan satu sama lain, bahkan memaafkan seseorang adalah salah satu yang paling penting dalam ajaran Islam. Dalam Quran, Allah menggambarkan orang-orang beriman sebagai:
وَٱلَّذِينَ يَجۡتَنِبُونَ كَبَـٰٓٮِٕرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَٲحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُواْ هُمۡ يَغۡفِرُونَ
Dan [bagi] orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi ma’af. (Asy – Syuraa, 42:37)
Kemudian dalam surat yang sama Allah berfirman:
وَجَزَٲٓؤُاْ سَيِّئَةٍ۬ سَيِّئَةٌ۬ مِّثۡلُهَا‌ۖ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُ ۥ عَلَى ٱللَّهِ‌ۚ إِنَّهُ ۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّـٰلِمِينَ

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas [tanggungan] Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Asy – Syuraa, 42:40)




Di tempat lain Al-Qur'an mengatakan:
وَإِنۡ عَاقَبۡتُمۡ فَعَاقِبُواْ بِمِثۡلِ مَا عُوقِبۡتُم بِهِۦ‌ۖ وَلَٮِٕن صَبَرۡتُمۡ لَهُوَ خَيۡرٌ۬ لِّلصَّـٰبِرِينَ

Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
Ibnu al_Qayyim al-Jauzy (2005) dalam Raudatussalamah. dan Susanti, R. (2014) membagi aspek-aspek dari pemaafan menjadi 4, yaitu sebagai berikut :
a.       Memaafkan dan tidak mempermasalahkan
b.      Kesucian hati dari berkehendak balas dendam dan melonggarkan hati dari sakitnya melihat kejahatan setiap waktu
c.        Meyakini takdir
d.      Perilaku membalas baik kepada orang yang berbuat jahat.

Hadits-hadits tentang Pemaafan (Forgiveness)
Meriwayatkan kepada kami Yazid mengabarkan kepada kami hariz  meriwayatkan kepada kami Hibban al-Syar’aby dari Abdillah bin Amr bin al-Ash dari Nabi saw. bersabda sementara beliau berdiri di atas mimbar: “Sayangilah  niscaya kamu akan disayang Allah, dan berilah ampunan (maaf) niscaya Allah akan mengampunimu (memaafkanmu)”
Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Nabi  saw. bersabda: ”Shadaqah hakikatnya tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati karena Allah melainkan diangkat derajatnya oleh Allah”
.           Meriwayatkan padaku Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Balawiyyah
meriwayatkan padaku Abu Muslim Ibrahim bin Abdillah meriwayatkan padaku
Hajjaaj bin Nashiir meriwayatkan padaku Abu Umayah bin Yala Al Tsaqofiyyu ia  berkata: Aku mendengar Musa bin Uqbah sambil membaca firman Allah “dan bersegeralah kalian pada ampunan dari Tuhan kalian” (Ali Imron: 133) maka ia berkata meriwayatkan padaku Ishaq bin Yahya bin Tholhah al Qurosiyyi dari Ubadah al Shamit dari Ubai bin Ka’ab ra. Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa senang dimuliakan bangunannya dan diangkat derajatnya maka berilah maaf kepada orang yang pernah berbuat zhalim kepadanya, berilah kepada orang yang pernah menghalang-halanginya dan sambunglah silaturahim kepada orang yang memutusnya”.
Rasulullah Saw Suri Teladan yang Pemaaf.
Dalam salah satu perkataan yang terkenal dari Nabi (saw) diceritakan ia mengatakan bahwa yang Allah memerintahkan kepadanya tentang sembilan hal. Salah satunya Rasul saw menyebutkan "bahwa saya mengampuni orang-orang yang salah kepada saya."
Nabi Muhammad adalah orang yang paling pemaaf. Beliau selalu siap untuk mengampuni musuh-musuhnya. Ketika ia pergi ke Thaif untuk memberitakan pesan Tuhan kepada orang-orang, mereka menganiayanya. Mereka menyiksanya dan memukulnya dengan batu. Dia meninggalkan kota, dipermalukan dan terluka.
Ketika ia berlindung di bawah pohon, malaikat Allah menampakkan diri kepadanya dan mengatakan kepadanya bahwa Tuhan sangat marah dengan orang-orang dari Taif dan mengirimnya untuk menghancurkan mereka karena mereka menganiaya Nabi Allah tercinta. Nabi berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkan orang-orang dari Thaif, karena apa yang mereka lakukan adalah karena  ketidaktahuan mereka. Beliau mengatakan: ". Ya Allah, bimbinglah orang-orang ini, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan" (Al-Bukhari)
Ketika Nabi Saw masuk kota Makkah setelah kemenangan, di depannya, Nabi memiliki beberapa musuh setia. Mereka bertarung dengannya selama bertahun-tahun, menganiaya banyak pengikut nabi Saw dan membunuh banyak dari pengikutnya. Sekarang dia memiliki kekuatan penuh untuk melakukan apa pun yang ia ingin untuk menghukum mereka atas kejahatan yang telah dilakukan.
Diceritakan bahwa Nabi saw bertanya pada mereka: "Apa yang kalian pikir akan aku lakukan untuk kalian sekarang" Mereka tidak mengharapkan apa-apa selain pembalasan dan memohon belas kasihan. Nabi berkata, "Hari ini aku akan mengatakan kepada kalian apa yang Yusuf as katakan kepada saudara-saudaranya. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 92 "Tidak ada dosa bagi kamu hari ini. Pergi, kalian semua bebas. "(Al-Albani)
Segera mereka semua datang dan menerima Islam. Rasul saw mengampuni bahkan Hindun yang telah menyebabkan terbunuhnya paman Nabi saw, Hamzah. Setelah membunuhnya, dia memutilasi tubuhnya dan mengunyah hatinya. Namun ketika ia menerima Islam, Nabi bahkan memaafkannya.
Teladan Memaafkan dari Sahabat Nabi
Sebuah contoh yang luar biasa tentang memaafkan, kita temukan dalam Quran mengacu pada peristiwa yang paling malang "Fitnah tentang Aisyah". Beberapa orang munafik dari Madinah menuduhnya. Mereka mencoba untuk menempatkan kotoran pada karakter mulia nya.
Salah satu pemfitnah adalah Misthah, sepupu ayah Aisyah, Abu Bakar. Abu Bakar memberikan bantuan keuangan kepada pemuda ini. Namun setelah ia memfitnah putrinya, Abu Bakar bersumpah untuk tidak membantunya lagi. Tapi Tuhan mengingatkan Abu Bakar dan semua orang-orang yang beriman:
وَلَا يَأۡتَلِ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينَ وَٱلۡمُهَـٰجِرِينَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ‌ۖ وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْ‌ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ (٢٢
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka [tidak] akan memberi [bantuan] kepada kaum kerabat [nya], orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An-Nur 24: 22)
Abu Bakar keluar dari rumahnya dan mengatakan: "Ya, tentu, aku ingin pengampunan Allah. Setelah itu, Abu Bakar tidak hanya terus membantu pemuda itu, tapi juga meningkatkan uang sakunya.

Kisah tentang Keajaiban Memaafkan
Memaafkan berbuah Surga
Kisah ini berasal dari seorang sahabat Rosul yang berdasarkan sebuah riwayat masuk surga karena kemampuannya memaafkan kesalahan orang lain.
Suatu hari, Rasulullah dan para sahabat berkumpul di sebuah majelis, di masjid. ketika itu, tiba-tiba Rasulullah berkata, sebentar lagi, akan ada seorang sahabatku datang, dia adalah calon ahli surga”. Para sahabat pun penasaran. Pada saat itu, para sahabat bertanya-tanya siapakah gerangan orang itu? di majelis tersebut, sudah lengkap orang-orang hebat dengan amal ibadah yang sudah diketahui luar biasa, Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib, dan orang-orang luar biasa lainya. Semua sudah lengkap. Tidak ada yang absen. Lantas siapakah orang yang dimaksud Rasulullah itu?
Beberapa menit kemudian, datanglah seorang sahabat yang berpenampilan sederhana. sebut saja, si Fulan. Orang-orang di majelis tersebut heran, mengapa dia menjadi ahli surga. Hari berikutnya, dan berikutnya, Rasulullah  berkata sama, bahwa orang si fulan itu adalah ahli surga. Salah satu sahabat, yakni Abdullah bin Umar bin Khattab rupanya tidak mampu lagi membendung rasa penasarannya. Dia meminta izin pada si fulan tersebut untuk menginap beberapa hari di rumahnya. Misi Abdullah bin Umar satu: untuk menjawab pertanyaan tentang amal apa yang dilakukan oleh si fulan hingga dia mendapat “stempel” ahli surga. Selama 3 hari itu Sahabat Abdullah Bin Amr selalu meperhatikan setiap perbuatan si Fulan. Dan Beliaupun tidak menemukan suatu ibadah yang istimewa yang dilakukan oleh Fulan, sholat tahajud pun jarang dilakukan, kecuali Fulan selalu berdzikir ketika tidurnya terganggu di tengah malam dan kemudian mengubah posisi tidurnya, dan ini pun dilakukannya setiap fulan bangun tidur. Lalu, apakah yang spesial yang lain daripada yang lain?? Pertanyaan itu tidak terjawab. Akhirnya, Ibnu Umar mengakui misinya kepada si fulan, dan langsung meminta jawaban atas pertanyaan di atas. Dengan segala kerendahan hatinya fulan kemudian berkata:
“Aku memang tidak punya amalan atau ibadah yang istimewa, namun, ada satu hal setiap malam, sebelum aku tidur, di atas ranjangku aku berkata ‘Ya Allah, aku maafkan semua kesalahan saudara-saudaraku yang mereka lakukan padaku hari ini baik yang disengaja maupun tidak’. Mungkin itulah yang menyebabkan Rasulullah berkata seperti itu”. Ibnu Umar berkata,”Ya, itulah yang menyebabkanmu menjadi ahli surga. karena amalan itu sangat berat sekali pelaksanaannya..”
Memaafkan itu Menyehatkan
Tersebutlah Seorang psikolog yang bercerita kepada para mahasiswanya mengenai kliennya yang sakit akibat lamanya menyimpan rasa marah dan dendam menahun terhadap seseorang. Klien tersebut berkali-kali datang pada sang psikolog dengan kondisi yang sama, masih menyimpan amarah terhadap orang yang ia ceritakan. Ia bercerita bahwa setiap bertemu dengan orang yang ia benci, badannya langsung bergetar dan keningnya berkeringat. Tidak ada sapaan yang muncul sekalipun mereka berpapasan. Sang psikolog dengan seksama mendengarkan dan ia mengetahui apa yang mesti dilakukan. Namun, psikolog tersebut tidak serta merta langsung memberikan nasihat kepada kliennya sebagai solusi atas masalahnya. Sang psikolog membiarkan kliennya sendiri yang mendapat insight untuk mengatasi masalahnya. Suatu hari, klien tersebut datang dengan keadaan yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Ia berkata kepada sang psikolog, “Bu, saya capek terus-terusan dendam sama dia. Setiap ketemu harus tegang. Sudah ah Bu, saya maafkan saja kesalahan dia, sekalipun dia yang salah dan tidak meminta maaf pada saya”. Akhirnya, sang klien mendapatkan sendiri solusi atas masalah yang merumitkan pikirannya. Ya, solusinya adalah memaafkan apa yang sudah terjadi di masa lalu. Memaafkan kesalahan yang telah diperbuat oleh orang lain. Mudah untuk mengatakannya, namun untuk melaksanakannya tidak mudah, seperti contoh klien di atas. Jika saja sejak awal ia mampu memaafkan kesalahan yang diperbuat orang yang diceritakannya, ia tidak akan sakit. Di akhir cerita Psikolog tersebut menyampaikan betapa memaafkan itu mahal harganya dan besar manfaatnya. Sakit akibat fisik mudah sembuh dengan obat-obatan yang nyata terlihat dari dokter, namun sakit psikis, dari mana obatnya? Kerelaan untuk memaafkanlah salah satunya. Sederhana, namun manfaatnya sangat luar biasa.







Bab III
Penutup

Kesimpulan
Manusia bukan makhluk sempurna. Semua orang membuat kesalahan dalam hidup dan sadar melakukan dosa. Jadi memaafkan merupakan aspek yang amat penting dalam Islam. Muslim percaya bahwa Allah adalah Maha Penyayang dan Pengampun. Ada dua jenis pengampunan dalam Islam: Allah mengampuni dan manusia memaafkan kesalahan sesama. Kita sebagai manusia membutuhkan keduanya karena kesalahan yang kita lakukan meliputi hubungan kita dengan Allah serta dalam hubungan kita satu sama lainnya.
Dalam Islam, Pemaafan dapat menyebabkan bertambahnya kemuliaan bagi orang yang melaksanakannya. Hingga berhadiah surga bagi yang senantiasa mengamalkannya, seperti yang terdapat dalam kisah pada pembahasan sebelumnya. Betapa luhurnya pemaafan sehingga banyak ayat dan hadits yang menekankan pentingnya melakukan pemaafan dalam kehidupan sehari-hari. Karena tentu saja kita sebagai manusia tak kan pernah luput dari kesalahan, karena masalah dan kesalah pahaman akan selalu ada di dunia ini selama manusia masih berproses dalam pembelajaran kehidupan.
Dari sisi psikologis pun memaafkan/pemaafan memiliki efek yang “ajaib” terhadap kesehatan mental seseorang. Banyak penelitian yang mengkaji manfaat memaafkan dan hasilnya memaafkan / pemaafan memiliki efek yang sangat positif terhadap kondisi psikis seseorang. Pemaafan dapat melepaskan beban dan emosi negatif yang menekan menjadi netral dan positif kembali sehingga seseorang dapat berfungsi penuh dan produktif dalam kegiatan sehari-harinya.
Islam menekankan keadilan dan hukuman dari pelaku yang salah, tapi juga sangat menekankan belas kasihan, kebaikan dan cinta. Keadilan, hukum dan ketertiban yang diperlukan untuk pemeliharaan tatanan sosial, tetapi ada juga kebutuhan untuk pengampunan untuk menyembuhkan luka dan memulihkan hubungan baik antara orang.
Kita harus ingat bahwa sebanyak kita membutuhkan pengampunan Allah atas dosa-dosa dan kesalahan kita sendiri, kita juga harus berlatih untuk memaafkan  orang-orang yang berbuat salah kepada kita.









             


Daftar Pustaka

Kamaliyah, N. dan Kurniawan, I. N. 2008. Hubungan antara Kesabaran dengan     Memaafkan     dalam Pernikahan. Naskah Publikasi. Program Studi Fakultas     Psikologi dan Ilmu Sosial       Budaya UII Yogyakarta.
Raudatussalamah. dan Susanti, R. 2014. Pemaafan (Forgiveness) dan Psychological          Wellbeing        pada Narapidana Wanita. Marwah. Vol. XIII No. 2.
Anonim. 2008. Menjadi Luar Biasa di Hadapan        Allah.http://maryamsmeer.blog.com/2008/08/02/memaafkan-orang/. 21        September 2015.
Siddiqi, M. H. 2015. The Power of Forgiveness: An Islamic Perspective.
Latuadi. 2009. Hidup Sehat dengan Memaafkan: Perpektif Agama, Psikologi dan  Kesehatan.            http://bara4latuadi.blogspot.co.id/2009/02/hidup-sehat          dengan-memaafkan     perspektif.html. 21 September 2015.
Opposing View. Islam & Forgiveness. http://people.opposingviews.com/islam         forgiveness      3655.html. 21 September 2015.
Yoesuf, M. Hadits Kisah Abdullah Bin Amr dengan Ahli Surga.            https://myoesuf.wordpress.com/2011/06/23/hadits-kisah-abdullah-bin-amr   dengan-ahli     surga/. 21 September 2015.












Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNDAK USUK BASA SUNDA

Psikologi Transpersonal, Agama dan Being Transpersonal

A story (Cinta Sejati Air dan Api)