Pertemuan di Jembatan Bernama Hati

_Pertemuan di jembatan bernama hati_
"Hai, kau yang duduk di sebelah sana? Sedang apa?" tanyanya
"Sedang menunggu sesuatu," jawabku.
"Sambil memancing ikan?"
"Ya, barangkali ada ikan baik yang rela terkena pancinganku,"
"Kau suka ikan?" Tanyanya lagi.
"Ya, untuk aku pindahkan dalam kolam kecil di samping rumahku."
"Bolehkah aku menemanimu memancing?" Ia menawarkan diri.
"Silahkan." Jawabku sedikit bergeser, membagi tempat duduk.
Kami pun memancing ikan bersama, sambil bercerita tentang berbagai hal menarik. Hingga hal-hal tentang kami yang paling rahasia. Tak lama, di jembatan bernama hati itu, kami saling bercerita dan berbagi tentang hati.
Di jembatan bernama hati, sesuatu terjadi. Dia tiba-tiba harus pergi karena sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Aku duduk sendiri sambil memindahkan ikan yang terpancing ke dalam ember kecil yang aku bawa. Aku merasakan sesuatu di dalam, membuatku menitikkan air mata. Di jembatan bernama hati itu. dia harus pergi. Aku pun, kembali duduk sambil menunggu ikan selanjutnya terkena kail pancinganku.
Tak lama seseorang datang bertanya tentang apa yang aku lakukan. Aku agak tak begitu bersemangat.
"Hai, bolehkah aku ikut bergabung?" Tanyanya.
Aku mengangguk sambil bergeser tempat duduk. Mungkin karena menangkap raut wajahku yang murung, sehingga ia bertanya,
"Hai, kau kenapa? Sini cerita padaku." Ia tersenyum begitu manis dan tulus. Namun, aku masih belum ingin bercerita. Hingga akhirnya ia duluan yang mulai bercerita. Kisahnya asyik dan menarik. Aku senang mendengarnya. Perlahan, hatiku terhibur. Lalu aku berbagi ceritaku. Sambil mendengarkan, ia mulai memainkan gitar yang dibawanya. Aku sungguh terhibur. Tiba-tiba, aku tak sengaja membuat gitarnya terhenti. Ia tak bisa memainkan gitarnya lagi. Aku merasa bersalah, hingga malah aku menyuruhnya pergi. Ia tak mau pergi. Namun, akhirnya ia pergi juga.
Di jembatan bernama hati, sesuatu telah terjadi lagi. Aku kembali memindahkan ikan yang sudah terpancing tadi ke dalam ember kecil yang aku bawa. Wajahku bertambah murung. Aku berkutat dengan diriku sendiri. Sesuatu terasa di dalam sana. Bergumul, hingga mengalirkan isak. Seseorang tiba-tiba datang. Aku mendengar decit sepatunya yang bergesekkan dengan kayu jembatan bernama hati.
"Hai." Sapanya.
Aku tak menoleh,
"Hallo," sapanya lagi.
Aku masih diam. Lalu,
"Hai nona, bolehkah aku ikut duduk di sini?" Tanyanya terdengar ramah.
Aku memberanikan diri untuk menoleh, tak tahu bentuk wajahku sudah menjadi seperti apa,
"Jangan pergi...." kataku tiba-tiba pada orang itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNDAK USUK BASA SUNDA

Psikologi Transpersonal, Agama dan Being Transpersonal

A story (Cinta Sejati Air dan Api)